Sejak lahirku,
Tangan kasar ibuku menjadi sentuhan pertamaku
Suara letih ayahku menjadi pendengaran pertamaku
Sampah yang menggunung menjadi pemandangan pertamaku
Lapak kayu sempit & berlumut menjadi penaung pertamaku
Tanah berbeling & berlumpur menjadi tempat pijakan pertamaku
Beras akas menjadi makanan pertamaku
Botol bekas menjadi mainan pertamaku
Kucing liar menjadi sahabat pertamaku
Hingar bingar jalanan menjadi ruang lingkup pertamaku
Hingga dewasaku ini, pertamaku telah menjadi seluruh isi hidupku,
Akankah ini selalu jadi duniaku ??
…
Mereka bilang kasih..
Tapi mereka tidak menyadari kehadiranku di ramainya jalanan
Mereka bilang kasih..
Tapi mereka tidak sudi memandang & menyapaku sejenak diantara peluhku
Mereka bilang kasih..
Tapi mereka enggan menyentuhku dan merengkuhku ketika ku merasa sepi
Mereka bilang kasih..
Tapi mereka tak mendengarku ketika ku merintih menahan lapar & pedih
Mereka bilang kasih..
Tapi mereka tidur pulas ketika ku tidur di tanah aspal beratap langit
Mereka bilang kasih..
Tapi mereka tidak menguatkanku ketika ku menangisi keadaanku
Mereka bilang kasih..
Tapi tidak punya waktu untuk menjadi temanku dalam segala kekuranganku
Dan untuk ada bersamaku
Yang kutahu kasih akan bertindak
Bukan diam tak bergerak
Mereka anggap manusiakah aku ??
Tuhan, jelaskan padaku…
…
Jangan menutup hidungmu ketika ku lewat,
Aku hanya bisa mengumpulkan sampah layak pakai, lalu kujual tuk makanku hari ini
Jangan menutup kupingmu,
Aku mengamen dengan suara sumbangku, agar perut adik-adikku bisa terisi
Jangan memalingkan wajahmu
Aku hanya bisa duduk meminta di trotoar karena kondisiku tidak mendatangkan pilihan
Jangan curigai aku
Aku hanya memandangi pakaian yang kau pakai, makanan yang kau makan, untuk kuimpikan
Jangan mendelik padaku
Aku belum mengenal sopan santun, karena tidak ada yang mengajariku.
Jangan menghinaku ‘bodoh’
Aku memang tidak berpendidikan, aku tidak bisa bersekolah sepertimu. Tak ada yang membagiku pengetahuan
Jangan menghakimiku ‘menjual belas kasihan’
Aku, saudara-saudaraku dan teman-temanku tidak punya kesempatan apapun tuk menjadi selain ini
Jangan menjauhi aku
Aku kotor, karena aku tidak meperdulikan tubuhku, hariku untuk mencari receh
Jangan menganggap aku adalah ‘gangguan’
Aku hanya bisa berkeliaran untuk melupakan beban hidupku, tak ada yang punya waktu tuk berbagi sukacita denganku
Jangan memojokkanku
Aku hanya bisa menangis marah ketika tramtib menggusur lapak sempit tempatku bernaung. Tak ada yang menolongku
Jangan mengejekku
Aku seringkali melanggar aturan karena aku tidak bisa memikirkan cara lain tuk mengejar hidup hari ini.
Karena..
Kau dan aku adalah ‘rancangan’ dari pencipta yang sama
Kau dan aku menghirup udara yang sama di bumi yang sama
Yang membedakan kau dan aku hanyalah: Tak ada kesempatan untukku.
…
Beras mahal, minyak tak terjangkau.
Ayah berteriak marah
Ibu menangis pasrah
Aku menengadah:
“ Makan apa kami hari ini ?”
Biaya sekolah naik, buku kian mahal.
Bu guru menyesal terduduk
Ayah diam tertunduk
Aku menangis terpuruk:
“Sekolahku berhenti sampai disini”
Sesuap nasi makin brutal diperebutkan.
Ayah makin berpeluh
Aku coba tuk berteguh
Adik mendesis mengaduh:
“Kapan kita bisa punya mobil mewah seperti mereka ?”
Kriminalitas subur berkembang, mendominasi.
Tetanggaku dituduh mencuri
Sahabatku berlari dari polisi
Aku terpekur berdiri:
“Haruskah kuakhiri hidup ini ?”
Terjepit, ku terhimpit….
Sudikah kau kubagi ini sakit ?
Dengan kesulitan ku dijambak..
Kapankah kau akan bertindak ??
…
Anak itu mencari sesendok nasi, dipanas terik berpeluh
Mengapa ia begitu tekun & teguh ?
Sedang Aku banyak mengeluh
Anak itu bermain diantara tumpukan sampah, berbatunya tanah
Tapi mengapa ia tertawa meriah ?
Sedang Aku tiada berhenti bersesah
Anak itu makan nasi dan garam
Tapi ia masih bersyukur begitu dalam
Sedang Aku sibuk menyusun dendam
Anak itu tidak bisa membaca, sekolah hanya dalam mimpinya
Tapi mengapa ia tetap merasa bahagia ?
Sedang Aku enak-enakkan saja
Anak itu berdoa pada Tuhan
Aku hidup hanya berpusat pada beban
Kusadari…
Anak itu menjalani hidup dengan tulus hati
Sedang aku mengeluh tanpa henti
Aku miskin hati
Anak itu berjuang melawan pedih
Sedang aku tak bertindak, sibuk berdalih
Aku miskin kasih
0 komentar:
Posting Komentar